Surat Rindu Untuk Laki-laki yang Memiliki Kekuatan
Hai, kamu.
Apa kabar di sana?
Baik-baik saja, bukan?
Bersama surat ini aku ingin menyampaikan beberapa pesan yang tidak sempat kusampaikan.
Selamat, kita telah seminggu berpisah. Memang bukan waktu yang lama, tapi aku pun sudah merasa kau tiada sejak sebulan yang lalu. Saat semuanya ku kira masih hangat. Pertemuan kita ini bukan kita yang mau, bukan? Perkenalan singkat ini juga bukan kita yang atur, bukan? Semesta sudah mengatur itu semua. Aku dengar kau sudah mudah melupakanku karena temanmu yang begitu mengerti dirimu. Di sini aku masih mencoba terjaga dari mimpiku yang menyadarkan bahwa kau bukan lagi milikku. Sungguh sulit rasanya melepas dirimu, yang pertama namun bukan yang terakhir untukku. Aku kira kita akan selamanya, namun kita ternyata hanya sebisanya.
Maaf, waktu itu egoku terlalu besar untuk memilikimu. Sedangkan dirimu terlalu senang dengan duniamu. Salah aku menempatkan prioritas karena sepertinya aku pun tak pantas. Tak pantas menyentuh dirimu dalam doaku, menyentuh dirimu dalam rinduku, dan menyentuh dirimu dalam apapun. Tak maksud mengekang dirimu, rasa memiliki telah membutakan diriku. Namun, ku kira memang kita beda pemikiran, bukan? Maaf, aku pun tidak terlalu mengenal dirimu. Tetapi kamu adalah pembentuk hormon dopamin terindahku. Denganmu, aku mendapatkan banyak pelajaran. Entah beribu terima kasih sepertinya tidak cukup untuk membalas kebaikanmu.
Wahai lelaki yang baik hatinya,
Ku putuskan untuk mengakhiri ini bukan karena aku tak menyayangi. Rasa sayangku terlalu tinggi, jadi sepertinya aku tidak dapat memiliki, memiliki dirimu terlalu dini. Mengakhiri untuk waktu yang masih seumur jagung ini menurutku cara terbaik daripada nanti lebih sulit untuk berpindah hati. Maaf, aku tak sempat menyentuh inti jantungmu seperti perempuanmu yang sebelum aku. Tetapi kamu telah menyentuh inti jantungku. Bila aku sulit melupakanmu, maaf, aku bukan perempuan yang mudah melupakan masa lalu.
Ku putuskan untuk mengakhiri ini bukan karena aku tak menyayangi. Rasa sayangku terlalu tinggi, jadi sepertinya aku tidak dapat memiliki, memiliki dirimu terlalu dini. Mengakhiri untuk waktu yang masih seumur jagung ini menurutku cara terbaik daripada nanti lebih sulit untuk berpindah hati. Maaf, aku tak sempat menyentuh inti jantungmu seperti perempuanmu yang sebelum aku. Tetapi kamu telah menyentuh inti jantungku. Bila aku sulit melupakanmu, maaf, aku bukan perempuan yang mudah melupakan masa lalu.
Surat ini kutulis dengan rasa bersalahku. Rasa bersalah karena telah menyakitimu dengan diksiku. Seseorang berkata padaku untuk tidak menghubungimu dahulu. Aku sulit melakukan hal itu, namun aku mencobanya demi kebahagiaanmu. Sepertinya kamu masih marah dengan diriku yang begitu jahat dengan dirimu, tapi sungguh, tak sedikitpun diriku berniat menyakiti dirimu. Aku lakukan itu karena aku terlalu menyayangimu. Kupikir dengan begitu kau dan aku akan lebih mudah saling melupakan. Sama sepertimu yang membuatku menjauh karena sikapmu yang tak perlu orang tahu. Tapi setelah melakukan itu, aku berdoa pada Tuhan dan yang kudapat hanya rasa sesal yang tak kentara.
Aku masih menyebut namamu dalam setiap doaku. Namamu begitu sulit kutanggalkan dari doaku. Namamu pun terlalu indah untuk dilupakan, tapi aku sungguh ingin melepasmu dari hidupku. Kau pun harus mendapat yang lebih baik dari diriku. Melepasmu bukan berarti melepaskan tali silaturahmi, bukan? Ku lantunkan maaf untukmu, kubisikkan ia dalam doaku menuju tidurmu. Ku sentuh dirimu dengan doaku. Karena aku mencintaimu karena Allah, Tuhanku.
Surat ini kutulis dalam blog-ku bukan karena aku minta dikasihani, menyayangimu terlalu berlebih, atau apa yang semua orang bilang tentang diriku. Aku tulis ini sebagai bentuk rasa rinduku padamu yang sudah tidak mungkin aku ucapkan padamu secara langsung. Aku hanya tidak ingin terlihat lemah di matamu. Aku ingin kamu tenang menjalani harimu tanpa perlu mencemaskan orang yang sempat mengisi harimu. Walau hanya sebentar, namun dirimu akan kukenang dan kusimpan di lubuk hati paling dalam.
Pada akhirnya seseorang yang selalu kusebut namanya dalam doaku tidak selalu bersanding dengan diriku. Biarkan kamu memilih jalanmu sendiri dengan siapa kamu akan bersanding. Aku di sini hanya berharap yang terbaik untukmu. Bahagia, ya kamu di sana. Jangan lupa solat, jangan lupa bersyukur, jalani harimu seperti biasanya. Aku pun di sini sedang berusaha melupakan semua kenangan tentang kita agar aku dapat melanjutkan hidupku yang masih panjang jalannya. Allah telah menunjukkan jalan yang terbaik untuk kita berdua. Semoga perpisahan ini adalah satu langkah untuk dewasakan diri bagi kita.
Untukmu, lelaki yang pernah hadir dalam hidupku. Uhibbuka Fillah. Aku mencintaimu karena Allah.
Wassalam.
-FZAP
(Sunter, 14 Januari 2017)
(Sunter, 14 Januari 2017)
Comments
Post a Comment