Terima Kasih, Masa Lalu!
Kalau kau menyuruh diriku untuk melupakan masa lalu, jujur aku tidak akan pernah bisa. Menurutku, masa lalu itu bukan untuk dilupakan, tetapi untuk dijadikan pelajaran. Masa lalu yang kelam bisa saja membuatmu lebih bersinar di masa depan. Kau bahkan tak akan mengetahui ini bila kau tidak mengalami sendiri. Kau harus mengalami masa lalu yang menyakiti hati agar kau bangkit menjadi seseorang yang sudah berbenah diri.
Berdiri. Ya, aku memang harus berdiri walaupun itu sendiri. Toh, memang kita terlahir ke dunia ini sendiri? Orangtua adalah bonus bagi yang masih memiliki. Dan bila mati nanti kita juga sendiri. Siapa saja yang nanti peduli itu bagaimana kita pernah berbuat semasih hidup di dunia. Ah, sudahlah, aku masih takut membicarakan kematian.
Kemudian, kebangkitan diri juga membuat aku menjadi mawas diri. Mawas diri dari hal yang sebenarnya datang dari kekhilafan diri sendiri. Jangan disalahkan, anggap itu sebuah pelajaran. Agar kau mengerti mana yang akan bertahan dan mana yang meninggalkan. Jahat? Ya, memang. Di dunia ini tidak ada yang abadi dan tidak ada yang sebaik ibu peri. Kalau mereka baik itu hanyalah pencitraan diri. Aku bukannya tidak percaya dengan semua orang di dunia ini, tetapi pengalaman mengajarkanku untuk tidak terlalu cepat mempercayai siapa pun yang ada di dunia ini. Bila itu terjadi, bisa saja rasa kecewa yang kau dapati.
Oh, iya, aku juga ingin meminta maaf. Maaf, karena dua bulan terakhir aku masih sering menghubungi. Walaupun dirimu bahkan tidak peduli seberapa intens jari ini menari mengetik pesan yang berisi perasaan dalam hati. Aku mungkin salah satu orang yang paling peka terhadap sesuatu. Apa pun itu. Namun, setelah ku pikir-pikir buat apa aku selalu mengejar dirimu yang bahkan sudah tak peduli dengan ragaku. Buat apa aku masih memikirkan raga yang bahkan kau tak sudi memberi semangat ketika diri ini sedang menata diri?
Sebenarnya aku sempat bertanya untuk refleksi diri, apa mungkin diriku ini memang tidak pantas dicintai, ya? Kau sudah tahu, bukan, bahwa hati ini terlalu mudah untuk menyayangi sehingga sering disakiti? Aku juga selalu berpikir seperti itu ketika ini sudah aku lewati. Bodohnya, aku mengulanginya. Besok-besok bila terjadi lagi aku tidak akan memaafkan keluguan diri ini. Diri ini harus mendewasakan diri. Semoga saja orang-orang di luar sana tidak ada lagi yang mencoba menyakiti hati ini dan merobohkan pertahanan hati ini.
Percuma juga aku menulis ini. Memangnya, kau akan sudi membaca tulisanku ini? Tulisan yang mungkin ketika dibaca seperti orang yang sedang patah hati. Ya, memang patah hati tapi aku sedang mencoba berdiri di tengah patahan-patahan itu. Lalu ku gabungkan agar bersatu kembali. Seperti sebelum hati ini mengenal artinya dicintai dan disakiti pada waktu yang berdekatan.
Aku jadi ingat dengan lagu milik Banda Neira yang berjudul Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti. Lagu itu mengajarkan diriku untuk mengikhlaskan dan merelakan apa yang pernah ada di hidupku. Ya, liriknya yang begitu sarat makna juga membuatku berkaca untuk tidak memendam amarah pada suatu hal yang kita akhiri dengan maksud agar tidak lama-lama tersakiti. Tersakiti oleh keadaan yang mungkin akan menyebabkan trauma pada hati. Entah benar ada atau tidak, tetapi kita harus lebih berhati-hati, bukan?
Sebenarnya aku menulis ini dengan perasaan biasa saja. Tak galau, tak risau. Hanya ingin menulis dengan sebuah diksi yang menurutku indah dan sepertinya hanya diriku yang mengerti arahnya tulisan ini. Aku menulis juga karena aku sudah benci pada semua notifikasi di setiap media sosial yang aku miliki. Terlalu banyak publikasi yang membuat diri ini menjadi semakin sunyi. Lebih baik aku menulis di sini dengan diksi yang sungguh berarti.
Sudah, lah, aku sudah tidak peduli. Untuk kamu yang pernah singgah di hati dan mungkin sekarang singggah di hati wanita lain, aku tidak akan melupakan masa lalu. Aku tak akan menghapus itu, tapi aku tidak akan menganggap itu. Cukup aku, kau, dan Tuhan yang tahu itu. Aku telah terlahir menjadi pribadi yang baru. Terima kasih, masa lalu!
(Sunter, 12 Maret 2017)
(Sunter, 12 Maret 2017)
Comments
Post a Comment