Pacarku Anak Band

sumber: hai.grid.id

Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Cobalah beberapa saat lagi.

Sudah ketiga kalinya aku menghubungi ponsel Firman dan tidak aktif nomornya. Aku bingung, apakah aku harus menemuinya di studio rekamannya atau aku harus menunggu dengan sabar? Ah, tapi aku tidak bisa menunggu, ini hari anniversary kami. Aku harus pergi ke sana.

Sudah tiga bulan terakhir ini Firman seperti orang asing bagiku. Firman pacarku. Sudah dua tahun kami resmi berpacaran. Hari ini adalah tepat dua tahun hubunganku dan dia berjalan. Firman itu anak band. Aku bertemu dengannya sebelum ia masuk studio rekaman. Ia dulu mengamen untuk menyalurkan bakat bermusiknya. Ia lahir dari keluarga berjiwa seni tinggi, tapi orang tuanya tidak terlalu menyukai dirinya yang ingin terjun di dunia musik. Mereka takut, Firman akan hidup susah seperti mereka sekarang. Firman yang begitu mencintai musik, akhirnya pergi dari rumah dan hidup di jalanan untuk mengejar mimpinya menjadi seorang musisi terkenal.

***

Pertemuan denganku juga tidak disengaja. Aku yang sedang ingin membuka ruko untuk memulai hari dan aku melihat sesosok lelaki sedang tertidur tepat di depan rukoku. Ia babak belur. Sepertinya ia habis berkelahi semalam. Ku bangunkan pelan-pelan. Takut dia seorang preman.

"Mas, mas, bangun mas."
Kugoncang badannya.
"Mas, mas, bangun. Saya mau buka tokonya."
Lelaki itu bangun dengan wajah bingung. Kuulangi lagi menyuruhnya minggir.

Ia masih duduk di depan tokoku. 
Tak tega, kuberikan ia segelas teh hangat dan sebuah kotak P3K untuk mengobati lukanya itu dan kulanjutkan beberes rukoku. Ia pun kembali masuk dan mengembalikan gelas dan kotak P3K-ku. Sebelum ia pergi, ia melihat ternyata aku menjual gitar yang ia senangi.

"Boleh pinjam gitarnya sebentar?" Tanyanya.
"Boleh, pake aja. Emang bisa main gitar?" tanyaku seraya mengizinkan.
Ia menjawab dengan senyum lalu ku pamit untuk izin ke belakang. 

Dia sedang duduk di sana sambil memainkan gitar jualanku. Aku menghampirinya dan ternyata dia sedang membuat lagu.

"jika memang nanana nanana-ku"
" dirimulah tulang rusukku" tambahku. 
"Eh? Apa?" tanya dia
"dirimulah tulang rusukku" ulangku.
"Jika memang dirimulah tulang rusukku"
"Wah, pas sih. Makasih, ya!" katanya.
"Kamu suka main musik?"
"Aku ngeband, tapi bandnya indie. Nggak gabung ke studio mana-mana." Jelasnya.
"Wah, keren kamu bisa hidup dari ngeband?" Tanyaku.
"Bisa-bisa aja. Kenapa mesti takut? Rezeki udah ada yang ngatur tau." Jawabnya singkat tapi mengena.
"Aku juga suka musik tapi kata orang tuaku musik tidak bisa menghidupiku. Makanya, aku lebih milih berdagang membantu Ayahku." Aku bercerita.
"Kalau kamu berusaha untuk menekuni satu bidang tertentu, tentunya kamu akan menjadi ahlinya. Tenang, tiada hasil yang mengkhianati usaha" katanya bijak.
"Eh kamu bijak banget. Eh iya, namaku Anna"
"Namaku Firman."

Sejak saat itu dia menjadi teman sekaligus sahabat pendengar keluh kesahku. Setelah enam bulan saling mengenal, akhirnya kami memutuskan untuk berpacaran. Senangnya hatiku bisa memiliki kekasih yang sangat pengertian dan romantis. Ia sangat puitis. Semua lagu-lagu di bandnya yang buat lirik dan nadanya dia. Ia pakai tato tapi ia selalu sayang dengan Ibunya. Jadi, persepsi orang pakai tato itu bukan orang yang jahat ataupun berandalan. Ia sangat menyayangi Ibunya, kakak perempuan dan juga aku. Ia bilang kesuksesan laki-laki itu karena di belakangnya ada wanita-wanita hebat dan ia menganggap wanita-wanita tersebut adalah orang-orang yang selalu mensuport dia yang sedang di atas maupun di bawah. 

Aku selalu menemani dia latihan band dengan teman-temannya. Aku juga selalu ikut ke mana pun dia manggung. Entah itu di cafe ataupun di pensi sekolah. Teman-temannya juga baik padaku. Mereka juga selalu menjagaku, mungkin karena aku pacarnya sang kapten di band mereka kali ya. Pokoknya bersama mereka, aku merasa terlindungi. 

Firman pun bukan sosok yang selalu kuat tapi ia tidak pernah menangis di depanku. Kadang ia rindu sekali dengan Ibunya. Ia hanya bisa menelpon sang Ibu dan tidak bisa pulang karena ia sedang sibuk mencari produser musik untuk bandnya. Katanya, Ia tidak akan pulang ke rumah sebelum ia sukses dengan bandnya. Ia percaya suatu saat ia akan menjadi musisi terkenal seperti impiannya. Aku yang selalu mendengar itu selalu tersenyum dan kembali menyemangatinya.

Setelah mengitari semua produser musik di Jakarta, akhirnya band Firman diterima oleh salah satu label musik. Ia sangat senang sekali dan berita baik itu bertepatan dengan anniversary kami yang pertama. Malam harinya, ia pun mengajakku makan malam di restoran enak dan mengabarkan kabar gembira tersebut. Aku pun memeluknya dan dia membalas pelukanku dengan kecupan di keningku. Aku senang, pacarku pekerja keras. Ia pantang menyerah dengan mimpi-mimpinya. Di hari itu pun aku memberikannya gitar yang waktu itu ia mainkan di pertemuan pertama kami.
Tiga bulan berikutnya, album band Firman keluar di pasaran dan merajai tangga musik di Indonesia. Tawaran manggung di mana-mana. Kami jadi jarang bertemu karena kesibukannya. Aku memakluminya. Tapi, ia tetap menghubungiku, kok. Dia selalu menghubungi wanita-wanitanya yang menurutnya membawa pengaruh di hidupnya. 

Namun, sayangnya kesibukannya membuatnya mengabaikan kabar-kabar dariku. Awalnya kami berkomunikasi setiap hari, berubah menjadi tiga hari sekali, kemudian seminggu sekali dan akhirnya tidak pernah saling menghubungi. Di peringatan satu tahun enam bulan hubungan kami, ia sama sekali tidak membalas pesan-pesanku. Aku pun tidak terlalu menuntut. Aku tahu pacarku sibuk. Itulah risiko pacaran dengan anak band yang sedang naik daun. Kuucapkan selamat malam dan pesanku tidak ada yang dibalasnya. Pacarku ke mana? Hilang di tengah lautan ketenaran kah? Atau aku yang hanya merasa ia menghilang?

Esoknya Firman menelponku dan mengatakan bahwa ia semalam tidak sempat menghubungi karena sedang deadline lirik lagu dengan produser. Katanya, aku jangan cemas. Dia akan selalu jadi Firman yang ada selalu untukku. Aku hanya bisa tersenyum di ujung teleponku. Semoga Firman bisa dipegang omongannya.

***

Hari itu aku tidak ke kantor. Badanku pegal-pegal semua dan mataku bengkak gara-gara menangis semalam. Aku kangen Firman. Firman apa kabar, ya? Aku ingin bercerita dengannya. Aku ingin berkeluh kesah padanya. Ia masih sibuk dengan bandnya. Satu bulan lagi anniversary kami yang kedua dan dia pun semakin jarang menghubungiku. Iya, aku cengeng kalau rindu. Makanya jangan biarkan aku merindu.

Pagi itu aku berencana menyalakan TV untuk menonton acara musik di pagi hari dan TV-ku menyala pada channel gosip pagi hari yang sedang memberitakan Firman yang tertangkap kamera sedang menggandeng seorang wanita lain. Apa?!? Di wawancaranya ia mengatakan bahwa dirinya single dan wanita tersebut hanya teman di lingkungan bandnya. Apa maksudnya ini semua? Firman, kau ini anggap aku apa? Kucoba hubungi dia yang ada malah suara mbak-mbak operator yang mengatakan nomornya tidak aktif. Terserah. 

Malamnya, Firman menelponku. Rindu katanya. Kutanyakan berita di infotainment itu apakah benar dan dia jawab itu hanya gimik. Gimik macam apa sih yang menyakiti? Kutanya juga soal status dia yang single, kata Firman, agar menarik banyak fans dia harus mengakui bahwa dirinya masih single. Ih, menyebalkan. Aku tak dianggap. Katanya, bukan tak dianggap tapi disayang dengan cara private agar sayangnya tetap dan akan selalu sakral dan hangat. Gombal. Ia pun menyanyikan lagu baru buatannya kepadaku dan aku pun tertidur saat ia menyanyikan lagu tersebut.

Sayangnya, berita tersebut semakin terdengar di hampir seluruh program gosip di stasiun televisi. Ini mungkin karena band Firman sedang naik daun sehingga pemberitaan tentang Firman ada di mana-mana. Kesal? Iyalah! Mau marah tapi aku cuma nggak mau jadi pacar yang posesif. Aku harus mendukung pacarku selagi itu benar. Semoga Firman tidak seperti yang diberitakan orang-orang.

Di hari anniversary kami, Firman sedang di Jakarta dan dia tidak menemuiku karena katanya sedang rapat dengan produser musiknya. Ia bahkan tidak ingat sama sekali hari ini adalah hari anniversary kami. Saat aku mau mengucapkan di telepon dia langsung menutup teleponnya dan mematikan ponselnya. Akhirnya, aku menghubunginya lagi...

***

"Sudah sampai, Mbak di tempat studionya." kata pak supir taksi.
"Eh, iya Pak. Maaf saya malah melamun. Ini, Pak uangnya. Terima kasih."
"sama-sama"

Aku malah melamun tadi tentang kisah kami. Aku mau menemui Firman di dalam studio rekamannya. Ketika aku memasuki studio musik tersebut aku melihat di ruang rekaman ada Firman, teman-teman, serta produser musiknya sedang rapat. Aku masuk ke dalam. Firman yang tadinya sedang tertawa dengan rekannya yang ada di berita-berita gosip tersebut langsung mengubah air mukanya menjadi kesal ketika melihatku. Ia pun pamit pada rekan-rekannya untuk keluar sebentar sambil menarik diriku keluar ruangan. 

"Lo ngapain ke sini? Lo nggak liat gue lagi rapat sama produser dan temen-temen gue?"
"Kenapa, sih lo nyuekin gue? Lo inget nggak lo masih punya pacar?"
"Gue sibuk, Naa. Gue sibuk! Lo nggak liat emangnya gue sibuk ini demi lo, demi masa depan kita. Nggak abis pikir gue, lo malah datengin gue di tengah rapat kayak gitu. Curiga banget sih jadi orang. Hah?!?"
"Gue nggak ngerti lagi deh sama lo. Telepon gue nggak pernah lo angkat, pesan gue nggak pernah lo bales. Ketika gue samperin lo, lo malah nyangka gue curiga. Gue cuma kangen. Kangen sama kita yang dulu. Kangen sama lo yang dulu. Yang selalu ada buat gue di susah maupun senang. Lo inget nggak sih sekarang hari apa?!? Hari anniversary kedua kita!!!!"
"Anna... Ann, sorry..."
"Udah, Man. Gue capek. Terserah lo deh maunya gimana. Kayaknya hidup lo akan lebih baik kalo gue nggak ada di hidup lo. Cukup udah kita sampe di sini aja."
"Anna.. tunggu.."
"Dengerin, masa depan lo akan lebih baik kalo lo nggak sama gue. Gue cengeng, gue posesif, gue nggak kuat nahan rindu ke lo!"

Aku berlari meninggalkan Firman. Ia mengejarku. Menarik tanganku dan mencoba menjelaskan semuanya. Aku sudah tidak mau mendengarnya. Aku rindu tapi sendirian. Aku sibuk tapi tetap memikirkan Firman. Namun, Firman sibuk dan dia tidak memikirkanku. Dia pun malah bercanda dengan rekannya yang ada di berita-berita sedangkan aku rindu. Aku rindu sendirian. Untuk apa? Untuk apa hubungan yang penuh dengan curiga ini dilanjutkan? Untuk menambah rasa sakit? Kurasa sudah tepat pilihanku memutuskan hubunganku dengan Firman.

Seminggu kemudian, band Firman meluncurkan single baru yang waktu itu ia nyanyikan padaku di telepon. Katanya, lagu itu terinspirasi dari seorang wanita. Mataku hampir berkaca-kaca. Kupikir ia akan mengatakan bahwa itu terinspirasi olehku. Ternyata, di tengah wawancara tersebut Firman memanggil wanita yang saat itu digosipkan olehnya dan mengatakan bahwa lagu tersebut terinspirasi dari wanita itu. Pilihanku benar. Firman memang tidak baik untukku dan hidup Firman mungkin akan lebih baik bila tanpa aku. Kuucapkan pada Firman, "Selamat menempuh hidup baru, Bajingan!" Kemudian ku block semua sosial medianya. Terkenal tidak harus menjadikanmu bajingan, kawan.

END


Ps: terinsipirasi dari lagu Last Child - Tak Pernah Ternilai dan Seluruh Nafas Ini dengan segala improvisasi.

Comments

Popular Posts